Nak,
Saat kamu membaca surat ini, mungkin kamu sedang belajar tentang cinta.
Mungkin kamu sedang menyukai seseorang, atau mungkin kamu sedang bertanya-tanya:
"Bagaimana aku tahu kalau dia benar-benar mencintaiku?"
Bunda ingin kalian tahu:
Cinta itu bukan sekadar kata. Bukan bunga. Bukan janji-janji di bibir.
Cinta itu adalah seseorang yang tidak membuatmu mempertanyakan harga dirimu setiap hari.
Bunda pernah jatuh cinta.
Pada seseorang yang berkata manis, terlihat agamis, dan mengaku mencintai Bunda sepenuh hati.
Tapi ternyata… cintanya hanya manis di awal.
Ia membuat Bunda merasa ragu, membuat Bunda merasa kecil, dan meninggalkan Bunda dengan luka yang lama sekali sembuhnya..
Ia bersumpah atas nama Allah, tapi itu tidak menghentikannya untuk melukai.
Karena, nak, bahkan sumpah bisa ditebus dengan kifarat. Tapi luka di hati seorang perempuan? Tidak ada kifaratnya.
Kemudian, Allah kirimkan laki-laki lain dalam hidup Bunda.
Saat awal kenal, dia tinggal jauh — Riau dan Kalimantan. Tapi saat pulang, dia mampir ke Jakarta hanya untuk bertemu Bunda.
Dia bukan santri. Bukan lulusan pesantren.
Tapi dia menjaga Bunda, tanpa pernah mengklaim diri sebagai orang paling benar
Dia tidak ingin ambil yang bukan haknya.
Itulah Ayahmu.
Ayahmu tidak butuh waktu bertahun-tahun untuk tahu Bunda adalah pilihannya.
“Ayahmu hanya datang satu kali ke rumah, lalu melamar.
Dia tidak banyak bicara manis, tapi bertindak nyata.
Dia bawa seluruh keluarganya jauh-jauh dari Riau hanya untuk membuktikan bahwa dia tidak main-main dengan cintanya.
Dia meninggalkan semua kenyamanannya di kota lain, dan ikut tinggal di kota Bunda
karena dia tahu Bunda mudah sakit, dan harus dekat dengan keluarga.
Bahkan sekarang, saat harus LDM karena kerja,
dia rela tinggal di kamar kos sempit, sementara Bunda tinggal di rumah dengan anak-anak.
Dia tetap pulang seminggu sekali. Dia tetap bekerja keras.
Dia tetap menabung, dan selalu memberikan yang terbaik untuk kita.
Nak…
Bunda dan Ayahmu juga pernah bertengkar.
Tapi dia tidak pernah pergi. Tidak pernah berkata ingin pisah.
Kalau Bunda marah, dia yang datang membujuk.
Dia peluk Bunda, diam-diam, membuat amarah luluh tanpa kata.
“Nak,
Cinta yang sejati tidak selalu tenang.
Tapi kalau kamu marah, dan dia tetap mendekat…
kalau kamu keras kepala, tapi dia tetap bertahan…
Maka kamu sedang bersama seseorang yang cinta bukan karena suasana, tapi karena pilihan.”
“Ayahmu tidak pernah menyerah pada Bunda, bahkan saat Bunda sedang tidak mudah dicintai.
Dia datang, memeluk, dan menghapus amarah Bunda bukan dengan kata-kata, tapi dengan kehadiran.”
“Carilah laki-laki yang tidak takut egonya runtuh, asalkan kamu tetap bersamanya.”
Nak,
Ayahmu tidak selalu benar. Tapi dia selalu kembali, selalu minta maaf, dan tidak pernah menyerah pada kita.
“Cinta sejati bukan yang sempurna, tapi yang berani bertahan dan bertumbuh bersama.
Ayahmulah bukti nyata bahwa laki-laki baik itu ada… dan kamu layak mendapatkan yang sepertinya kelak.”
Jadi, nak…
Kalau kelak kalian jatuh cinta,
ingat pesan ini:
"Jangan cari laki-laki yang banyak bicara agama tapi membuatmu takut, bingung, atau kehilangan dirimu sendiri"
"Carilah yang menjaga dirimu tanpa banyak janji, yang bukan hanya memperjuangkanmu di awal tapi yang tetap teguh meski kondisi tak sesuai harapan."
Bunda pernah jatuh. Tapi Allah menolong Bunda lewat Ayahmu.
Dan kalian lahir dari cinta yang diperjuangkan dengan sabar, bukan dengan permainan.
Kalian anak perempuan Bunda.
Kalian pantas dicintai, dihormati, dan diperlakukan dengan mulia.
Jangan pernah mengira kamu harus menyerahkan harga dirimu agar dicintai.
Karena cinta yang benar justru menjaga kehormatanmu. Dan mencintai kalian hanya di jalan yang halal.
Dengan seluruh cinta dan doa,
Bunda.